1. Kondisi Politik Menjelang G 30 S/PKI
Doktrin Nasakom yang dikembangkan oleh
Presiden Soekarno memberi keleluasaan PKI untuk
memperluas pengaruh. Usaha PKI untuk mencari
pengaruh didukung oleh kondisi ekonomi bangsa
yang semakin memprihatinkan. Dengan adanya
nasakomisasi tersebut, PKI menjadi salah satu kekuatan
yang penting pada masa Demokrasi Terpimpin bersama
Presiden Soekarno dan Angkatan Darat.
Pada akhir tahun 1963, PKI melancarkan sebuah
gerakan yang disebut “aksi sepihak”. Para petani dan
buruh, dibantu para kader PKI, mengambil alih tanah
penduduk, melakukan aksi demonstrasi dan pemogokan.
Untuk melancarkan kudeta, maka PKI membentuk
Biro Khusus yang diketuai oleh Syam Kamaruzaman. Biro
Khusus tersebut mempunyai tugas-tugas berikut.
a. Menyebarluaskan pengaruh dan ideologi PKI ke dalam
tubuh ABRI.
b. Mengusahakan agar setiap anggota ABRI yang
telah bersedia menjadi anggota PKI dan telah
disumpah dapat membina anggota ABRI lainnya.
c. Mendata dan mencatat para anggota ABRI yang telah
dibina atau menjadi pengikut PKI agar sewaktuwaktu
dapat dimanfaatkan untuk kepentingannya
Memasuki tahun 1965 pertentangan antara PKI dengan Angkatan
Darat semakin meningkat. D.N. Aidit sebagai pemimpin PKI beserta
Biro Khususnya, mulai meletakkan siasat-siasat untuk melawan
komando puncak AD. Berikut ini siasat-siasat yang ditempuh oleh
Biro Khusus PKI.
a. Memojokkan dan mencemarkan komando AD
dengan tuduhan terlibat dalam persekongkolan
(konspirasi) menentang RI, karena bekerja sama
dengan Inggris dan Amerika Serikat.
b. Menuduh komando puncak AD telah membentuk
“Dewan Jenderal” yang tujuannya menggulingkan
Presiden Soekarno.
c. Mengorganisir perwira militer yang tidak
mendukung adanya “Dewan Jenderal”.
d. Mengisolir komando AD dari angkatan-angkatan
lain.
e. Mengusulkan kepada pemerintah agar membentuk
Angkatan Kelima yang terdiri dari para buruh dan
petani yang dipersenjatai.
Ketegangan politik antara PKI dan TNI AD mencapai
puncaknya setelah tanggal 30 September 1965 dini hari, atau awal
tanggal 1 Oktober 1965. Pada saat itu terjadi penculikan dan
pembunuhan terhadap para perwira Angkatan Darat.
2. Seputar Penculikan Para Jenderal AD, Usaha Kudeta,
dan Operasi Penumpasan
Peristiwa penculikan dan pembunuhan terhadap para perwira
AD, kemudian dikenal Gerakan 30 S/PKI. Secara rinci para pimpinan
TNI yang menjadi korban PKI ada 10 orang, yaitu 8 orang di Jakarta
dan 2 orang di Yogyakarta. Mereka diangkat sebagai Pahlawan
Revolusi. Berikut ini para korban keganasan PKI.
a. Di Jakarta
1) Letjen Ahmad Yani, Men/Pangad.
2) Mayjen S.Parman, Asisten I Men/Pangad.
3) Mayjen R. Suprapto, Deputi II Men/Pangad.
4) Mayjen Haryono, M.T, Deputi III Men/Pangad.
5) Brigjen D.I. Panjaitan, Asisten IV Men/Pangad.
6) Brigjen Sutoyo S, Inspektur Kehakiman/Oditur Jendral TNI
AD.
7) Lettu Piere Andreas Tendean, Ajudan Menko Hankam/
Kepala Staf Angkatan Bersenjata.
8) Brigadir Polisi Karel Sasuit Tubun, Pengawal rumah Wakil
P.M. II Dr. J. Leimena.
b. Di Yogyakarta
1) Kolonel Katamso D, Komandan Korem 072 Yogyakarta.
2) Letnan Kolonel Sugiyono M., Kepala Staf Korem 072
Yogyakarta.
Jenderal Nasution berhasil meloloskan diri. Akan
tetapi putrinya Ade Irma Suryani tertembak yang
akhirnya meninggal tanggal 6 Oktober 1965, dan salah
satu ajudannya ditangkap. Ajudan Nasution (Lettu
Pierre A. Tendean), mayat tiga jenderal, dan tiga jenderal
lainnya yang masih hidup dibawa menuju Halim.
Di Halim, para jenderal yang masih hidup dibunuh
secara kejam. Sejumlah anggota Gerwani dan Pemuda
Rakyat terlibat dalam aksi pembunuhan tersebut.
Ketujuh mayat kemudian dimasukkan dalam sebuah
sumur yang sudah tidak dipakai lagi di Lubang Buaya.
Untuk mengenang peristiwa yang mengerikan tersebut,
di Lubang Buaya dibangun Monumen Pancasila Sakti.
Peristiwa pembunuhan juga terjadi di daerah
Yogyakarta. Komandan Korem 072 Yogyakarta Kolonel
Katamso dan Kepala Stafnya Letkol Sugiyono diculik dan dibunuh
oleh kaum pemberontak di Desa Kentungan.
Pagi hari sekitar jam 07.00 WIB Letkol Untung
berpidato di RRI Jakarta. Dalam pidatonya, Letkol
Untung mengatakan bahwa “Gerakan 30 September”
adalah suatu kelompok militer yang telah bertindak
untuk melindungi Presiden Soekarno dari kudeta.
Kudeta itu direncanakan oleh suatu dewan yang
terdiri atas jenderal-jenderal Jakarta yang korup yang
menikmati penghasilan tinggi dan menjadi kaki
tangan CIA (Agen Rahasia Amerika).
Setelah mendengar pidato Letkol Untung di RRI,
timbul kebingungan di dalam masyarakat. Presiden
Soekarno berangkat menuju Halim. Presiden
mengeluarkan perintah agar seluruh rakyat Indonesia
tetap tenang dan meningkatkan kewaspadaan, serta
menjaga persatuan. Diumumkan pula bahwa pimpinan
Angkatan Darat untuk sementara waktu berada
langsung di tangan presiden sebagai Panglima
Tertinggi ABRI. Selain itu melaksanakan tugas seharihari
ditunjuk Mayjen Pranoto. Namun, di saat yang
sama, tanpa sepengetahuan presiden Mayjen Soeharto
mengangkat dirinya sebagai pimpinan AD.
3. Penumpasan G 30 S/PKI
Pada tanggal 2 Oktober 1965 Presiden Soekarno memanggil
semua panglima angkatan ke Istana Bogor. Dalam pertemuan
tersebut Presiden Soekarno mengemukakan masalah penyelesaian
peristiwa G 30 S/PKI. Dalam rangka penjelasan G 30 S/PKI, presiden
menetapkan kebijaksanaan berikut.
a. Penyelesaian aspek politik akan diselesaikan sendiri oleh
presiden.
b. Penyelesaian aspek militer dan administratif diserahkan kepada
Mayjen Pranoto
c. Penyelesaian militer teknis, keamanan, dan ketertiban
diserahkan kepada Mayjen Soeharto
Untuk menumpas kekuatan PKI, pemerintah melancarkan operasi militer. Setelah berhasil
menghimpun pasukan lain termasuk Divisi Siliwangi dan Kaveleri, Resimen Para Komando
Angkatan Darat (RPKAD) yang dipimpin Kolonel Sarwo Edhie Wibowo, Panglima Kostrad,
mulai memimpin operasi penumpasan.
a. Pada tanggal 1 Oktober 1965, beberapa tempat penting seperti RRI dan Telkom telah dapat
diambil alih oleh pasukan RPKAD tanpa pertumpahan darah.
b. Pada hari yang sama, Mayjen Soeharto mengumumkan beberapa hal penting berikut
melalui RRI.
1) Penumpasan G 30 S/PKI oleh angkatan militer.
2) Dewan Revolusi Indonesia telah demisioner.
3) Menganjurkan kepada rakyat agar tetap tenang dan waspada.
c. Pada tanggal 2 Oktober 1965 pasukan RPKAD berhasil menguasai kembali Bandara Halim
Perdanakusuma.
d. Pada tanggal 3 Oktober 1965, atas petunjuk anggota polisi yang bernama Sukitman berhasil
ditemukan sumur tua yang digunakan untuk menguburkan jenazah para perwira AD.
e. Pada tanggal 5 Oktober 1965, jenazah para Jenderal AD dimakamkan dan mendapat
penghargaan sebagai Pahlawan Revolusi.
Untuk menumpas G 30 S/PKI di Jawa Tengah, diadakan operasi militer yang dipimpin
oleh Pangdam VII, Brigadir Suryo Sumpeno. Penumpasan di Jawa Tengah memakan waktu
yang lama karena daerah ini merupakan basis PKI yang cukup kuat dan sulit mengidentifikasi
antara lawan dan kawan. Untuk mengikis sisa-sisa G 30 S/PKI di beberapa daerah dilakukan
operasi-operasi militer berikut.
a. Operasi Merapi di Jawa Tengah oleh RPKAD di bawah pimpinan Kolonel Sarwo Edhie Wibowo.
b. Operasi Trisula di Blitar Selatan dipimpin Kolonel Muh. Yasin dan Kolonel Wetermin.
Akhirnya dengan berbagai operasi militer, pimpinan PKI D.N. Aidit dapat ditembak mati di
Boyolali dan Letkol Untung Sutopo ditangkap di Tegal.
4. Dampak Sosial Politik dari Peristiwa G 30 S/PKI
Berikut ini dampak sosial politik dari G 30 S/PKI.
a. Secara politik telah lahir peta kekuatan politik baru yaitu tentara
AD.
b. Sampai bulan Desember 1965 PKI telah hancur sebagai
kekuatan politik di Indonesia.
c. Kekuasaan dan pamor politik Presiden Soekarno memudar.
d. Secara sosial telah terjadi penangkapan dan pembunuhan terhadap
orang-orang PKI atau”dianggap PKI”, yang tidak semuanya
melalui proses pengadilan dengan jumlah yang relatif banyak.
referensi:
http://handikap60.blogspot.com/2013/01/peristiwa-g-30-spki-tahun-1965.html
0 komentar:
Posting Komentar